TKI yang terlantar di pantai Kawasan Pariwisata lagoi,


Tanjunguban - Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Bintan, tidak memiliki anggaran untuk menangani tenaga kerja Indonesia (TKI) yang terlantar.

"Dinsos Bintan tidak memiliki anggaran untuk TKI apa lagi untuk pemulangannya. Maknya kita hanya sebatas memfasilitasi dengan pihak Pemprov Kepri," ungkap Kasi  penyusunan program Dinsos Bintan, Sri Rezeki  kepada BATAMTODAY.COM di Mapolres Bintan, usai menjemput tiga TKI yang terlantar di pantai Kawasan Pariwisata lagoi, Kamis (12/6/2014) kemarin.

Sri Rezeki menjelaskan, karena Dinsos Bintan tidak memiliki anggaran, maka TKI yang terlantas akan dibawa ke penampungan sementara untuk selanjutnya dikoordinasikan dengan Dinsos Kepri, menunggu proses pemulangan ke kampung halamannya.

Sementara itu tokoh masyarakat Bintan Utara, Sahat Simanjuntak, menyampaikan kekecewaan terhadap sikap Pemkab Bintan, yang menyebutkan sama sekali tidak memiliki anggaran. Karena kalau dirunut dari sejarahnya, Bintan adalah salah satu pintu keluar masuknya TKI.

"Dulu bukan rahasia umum, Bintan Utara adalah salah satu pintu masuk TKI dan ada sejumlah tempat penampungan. Begitu juga kantor kecamatan menjadi tempat pembuatan indentitas seperti KTP dan lainnya, guna mempercepat proses pembuatan paspor. Artinya TKI sempat  menjadi salah satu lumbung pendapatan Bintan," katanya.

Sahat berharap karena Bintan memiliki banyak pelabuhan yang tidak resmi atau pelabuhan tikus di setiap sudutnya, maka kabupaten ini harus memperhatikan masalah kemanusian. Apalagi keberadaan Bintan, berbatasan langsung dengan negara luar sehingga sewaktu-waktu hal yang dialami seperti tiga TKI yang terlantar di pantai Lagoi akan berulang.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, tiga orang tenaga kerja Indonesia (TKI) terdampar di pantai kawasan pariwisata Lagoi, Kabupaten Bintan, Kamis (12/6/2014) pagi sekitar pukul 07.00 WIB. Ketiga TKI dari Malaysia masing-masing bernama Rosidin (19), Suhaimi (18) dan Mahyun (45), itu pulang ke Indonesia bersama 60 TKI lainnya, dengan menggunakan kapal kayu dengan tujuan Batam.

Rosidin, salah satu TKI yang tertinggal itu, menuturkan, dia bersama sejumlah temannya sudah  bekerja di Johor dan Pahang, Malaysia, selama sekitar enam bulan. Awalnya mereka datang ke Malaysia secara resmi dan mengunakan paspor dan bekerja di perkebunan sawit. Namun setelah bekerja, selain paspor ditahan oleh perusahaan, gaji mereka juga tidak pernah dibayar.

"Awalnya kami masuk dengan baik-baik. Karena gaji tidak dibayar, maka sebagian memilih kabur dan bekerja di tempat lain untuk sekadar mencari ongkos untuk pulang ke Indonesia," ungkap Rosidin.

Setelah mendapatkan uang sekitar 1.300 ringgit Malaysia untuk ongkos, dia dan sejumlah rekannya mencari jalan agar bisa pulang ke kampung halamannya.

Rosidin juga memaparkan proses kepulangan mereka secara diam-diam ini tidak mulus. Mereka harus berjuang keras dengan cara menyelinap melalui hutan selama berjam-jam hingga akhirnya sampai di pantai Pulau Tiram, Malaysia.

Pada tanggal 11 Mei 2014, sekitar dari pukul 17.00 waktu setempat, mereka melakukan perjalanan ke suatu tempat dengan truk hingga pukul 20.00. Selanjutnya berjalan kaki di jalan setapak melalui bukit dan hutan belantara, sehingga akhirnya sampai di pantai Sungai Tiram. Di situ sudah ditunggu sebuah kapal kayu untuk memulangkan mereka.

Sebelum menempuh perjalanan pulang, pihak cukong atau tekong kapal kayu yang ditumpangi rombongan TKI tersebut mengambil paksa semua uang hasil jerih payah para TKI. Sehingga walaupun ada yang sudah bertahun-tahun bekerja di Malaysia dengan harapan untuk mengubah nasib, justru yang didapat hanya lebih menderita.

Karena apa yang telah didapat harus hilang sekejap di atas kapal kayu tempat mereka menumpang untuk kembali ke tanah kelahirannya.

"Saat kami bekerja kami tidak dibayar gaji. Begitu juga saat hendak pulang, bukan hanya ongkos untuk pulang yang diminta tetapi seluruh uang dari hasil diambil paksa tanpa ada sisa sedikit pun. Kami tidak tahu nama asli tekong yang membawa kami untuk pulang melalui Batam, tapi semua memanggilnya dengan Pak Ngon," beber Rosidin.

Selanjutnya, imbuh dia, sebelum terdampar, kapal yang mereka tumpangi diterjang badai angin sehingga harus berteduh di pantai. Namun mereka bertiga ditinggal oleh tekong kapal kayu tersebut, sehingga semua harta benda hasil dari Malaysia yang ada hanya pakaian yang melekat di badan.

" Walau pun kami tidak berhasil mendapatkan uang, kami ingin segera cepat pulang ke kampung halaman agar bisa secepatnya berkumpul dengan keluarga agar bisa mencari kerja lain. Kami tidak akan kembali lagi ke Malaysia. Kami sudah kapok," ujarnya. 


fr:batamtoday

0 Response to "TKI yang terlantar di pantai Kawasan Pariwisata lagoi,"

Post a Comment